Pada dasarnya cara meliput ada tiga macam, seperti pengamatan, wawancara, dan penelitian dokumen.
Pengamatan
Pewarta secara fisik
berada di lokasi
kejadian untuk menyaksikan dan mengamati suatu peristiwa
secara langsung. Gunakan seluruh panca
indera (mata, hidung, telinga, kulit, dan lidah) untuk merasakan peristiwa yang terjadi di depan mata. Sebagai
contoh, jika sedang meliput pe perangan, gambarkan bagaimana situasinya,
seperti suara bom yang meledak, pasukan
yang gigih bertempur, dan penduduk yang ketakutan. Jelaskan semuanya dan
hindari penilaian subjektif dengan menggunakan kata sifat, misalnya cantik,
gagah, dan lain sebagainya.
Dalam melakukan pengamatan, pewarta harus fokus pada
peristiwa yang akan diliputnya. Temukan intisari dari peristiwa yang terjadi.
Jangan tergoda untuk mengamati peristiwa lainnya karena akan mengacaukan
konsentrasi sehingga pengamatan menjadi tidak maksimal. Di sinilah arti penting
dari garis besar liputan karena membuat proses liputan tetap fokus.
Namun, ada kalanya pewarta tidak sempat membuat garis besar
liputan karena tiba-tiba ditugaskan untuk meliput peristiwa yang terjadi mendadak.
Jika ini terjadi, setelah melakukan pengamatan, segera putuskan sudut pandang (angle) beritanya. Bila kita sudah
memiliki sudut pandang, maka kita akan memunyai panduan, fakta-fakta apa saja
yang harus kita amati dan kumpulkan, misalnya, Anda meliput peristiwa
penggusuran, sudut pandang apa yang Anda pilih: kebijakan pemerintah untuk mempercantik
kota atau dimensi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan pemerintah
kota terhadap rakyat miskin.
Catat atau rekam semua
peristiwa itu selengkap mungkin. Jangan hanya mengandalkan ingatan saja
karena kecapaian fisik saat liputan membuat pewarta mudah lupa. Apalagi jika
membuat liputan panjang, ketika peristiwa demi peristiwa datang silih
berganti. Semakin rinci seorang pe warta mencatat peristiwa yang disaksikannya
biasanya makin me mudahkan ia dalam
menulis berita. Dari pelbagai pen galaman, kesulit an menulis
berita terjadi karena pe warta tidak
lengkap dalam mengamati dan mencatat
peristiwa yang disaksikannya.
Wawancara
Dalam melakukan liputan, setiap pewarta hampir pasti
melakukan wawancara. Wawancara adalah
proses tanya-jawab antara pewarta dan
narasumber untuk menggali fakta psikologis, seperti apa yang dialami,
apa yang dilihat, atau apa pendapat maupun harapan seseorang berkaitan dengan
suatu peristiwa.
Wawancara selalu dilakukan terhadap sejumlah pihak yang
terkait dengan sebuah peristiwa yang kita liput. Misalnya pada peristiwa
penggusuran pedagang kaki lima, ada pihak yang menggusur (Satuan Polisi Pamong
Praja), ada pihak yang digusur (pedagang kaki lima), dan pembeli atau warga
sekitar kejadian. Wawancara perlu dilakukan untuk memperoleh fakta yang lengkap
tentang suatu peristiwa seperti
penggusuran.
Saat wawancara, pewarta biasanya akan menanyakan tiga
hal kepada nara-sumbernya, yaitu
kesaksiannya atas peristiwa yang terjadi, atribut, dan pendapat narasumber.
Kesaksian dari narasumber yang jadi saksi mata suatu peristiwa sangat penting
karena pewarta belum tentu menyak sikan peristiwa itu secara langsung.
Sedangkan atribut diperlukan untuk memberikan gambaran pada
pembaca siapa dan di mana narasumber peristiwa terjadi. Atribut juga
mem-berikan gambaran tentang kelayakan narasumber untuk men jelaskan peristiwa.
Atribut yang umum digunakan adalah nama, usia, jabatan, dan hubungan nya dengan
peristiwa. Dalam peristiwa peng gusuran pewarta bisa menyebut kan atribut sebagai berikut:
Sarwono (45), Komandan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sleman
Mia (56), Pedagang Nasi Gudeg Lesehan
Rifki (24), Pelanggan Nasi Gudeg
Pendapat narasumber bisa berbentuk opini, harapan, dan
kesaksian mata. Semua itu dapat digali saat wawancara, misalnya pada peristiwa
peng gusuran, kita bertanya kepada Satpol PP, mengapa mereka melakukan
penggusuran. Kepada para pedagang yang digusur, apa pendapatnya soal
penggusuran ini, sedangkan kepada pembeli gudeg kita juga bisa bertanya (karena
dia ada di tempat saat peristiwa terjadi) bagaimana Satpol PP melakukan
penggusuran itu, apakah menggunakan tindak kekerasan atau tidak.
Penelitian Dokumen
Untuk melengkapi sebuah hasil liputan, pewarta biasanya juga
melengkapi dengan melakukan riset atau penelitian dokumen yang berkaitan dengan peristiwa yang diliput. Penelitian
dokumen di gunakan untuk men-dapatkan fakta tertulis, baik berupa angka (jumlah, besaran), tabel, bagan, maupun teks (tulisan, surat
perjanjian, surat keputusan). Fakta seperti ini akan memperjelas atau sebagai
bukti pendukung dalam pengungkapan peris tiwa. Liputan investigasi atau liputan mendalam biasanya
selalu menggunakan teknik penggalian data ini.
Misalnya ketika membuat liputan soal korupsi dana
rekonstruksi pasca gempa bumi di
Yogyakarta (2006). Untuk membuktikan korupsi itu, jurnalis mencari bukti tertulis (kwitansi) adanya
pemotongan yang dilakukan aparat desa
terhadap warga penerima bantuan uang dari pemerintah. Uang ini untuk membangun
kembali rumahnya yang rusak akibat gempa bumi.Tidak semua dokumen bisa
digunakan begitu saja, misalnya, data ber bentuk tabel perlu diinterpretasikan
lebih dahulu. Pada dokumen teks perlu diperhatikan sumbernya, untuk melihat
apakah dokumen itu sah atau tidak. Untuk mendapatkan dokumen ini, pewarta harus
menempuh jalur yang etis, misalnya pewarta tidak boleh mendapatkan dokumen dengan cara mencuri.
Dikutip dari:
"Pewarta Warga"
penulis:
YOSSY SUPARYO
BAMBANG MURYANTO
COMBINE Resource Institution
2011
0 comments:
Post a Comment