Teknik Peliputan Berita
1.
Mengumpulkan fakta
Peliputan adalah salah satu
kegiatan jurnalistik yang paling penting. Dengan melakukan liputan, para
pewarta pergi ke lapangan untuk mencari dan mengumpulkan fakta, baik yang dia
saksikan sendiri maupun yang tidak.
Fakta adalah ‘bahan mentah’ yang
akan dimasak menjadi berita. Jadi, peliputan adalah proses ketika pewarta mengumpulkan fakta-fakta yang berkaitan
dengan suatu peristiwa yang akan diberitakannya.Apakah fakta itu? Fakta adalah
suatu peristiwa yang terjadi dan dapat
diperiksa atau dibuktikan bahwa peristiwa itu benar-benar terjadi, misalnya, fakta tentang pohon tumbang. Kita
dapat membuktikan ada sebuah pohon besar yang tumbang dan melintang di jalan
sehingga membuat lalu lintas macet.
Dengan indera kita, kita dapat membuktikan
kebenarannya, itulah fakta.
Dalam dunia jurnalisme, ada dua
fakta. Pertama, fakta sosiologis.
Ini menunjuk kepada suatu peristiwa atau fakta yang kebenarannya dapat dibuktikan melalui panca indera kita,
misalnya, Gunung Merapi meletus. Kita dapat membuktikan kebenarannya dengan
mendengar suara letusannya, menyaksikan hujan abu, melihat pemukiman warga yang rusak tersapu awan panas dan lain
sebagainya. Kecelakaan lalu lintas, gempa bumi, korupsi, kerusakan lingkungan
adalah fakta sosiologis.
Kedua, fakta psikologis.
Fakta psikologis adalah fakta yang isi nya berupa pendapat atau kesaksian
seseorang tentang suatu peristiwa atau
isu, mis -alnya, pendapat seorang pakar politik tentang situasi politik di
Indonesia menjelang Pemilu 2014, atau kesaksian dari seorang saksi mata tentang
bagaimana suatu peristiwa pe rampokan
terjadi.
Dalam meliput suatu peristiwa,
pewarta biasanya akan mengumpulkan fakta sosiologis dan psikologis sebagai
bahan untuk membuat berita. Mengapa? Tidak ada pewarta yang dapat melihat
seluruh fakta sosiologis secara utuh, pasti ada bagian tertentu yang tidak
diketahuinya. Kedua, pewarta tidak
selalu bisa menyaksikan kejadian suatu peristiwa sosiologis. Pewarta terkadang
baru menyaksikan ketika peristiwa itu sudah terjadi dan hanya dapat melihat
jejak-jejaknya saja.
Untuk menyusun cerita, ia perlu fakta psikologis
dari seorang saksi mata yang melihat peristiwa itu secara langsung. Ini berguna
untuk menyajikan berita selengkap mungkin. Jadi, ketika membuat berita soal
fakta sosiologis, pewarta pasti akan mengumpulkan fakta psikologis pula.
Contoh: ada kecelakaan kereta api
di sebuah stasiun di Pemalang yang terjadi pada dini hari. Saat kejadian tentu
saja tidak ada pewarta yang nongkrong di stasiun itu untuk menunggu peristiwa
itu terjadi. Tidak ada seorang pun yang tahu peristiwa itu akan terjadi,
kecuali jika kebetulan ada pewarta yang sedang berada di stasiun itu.Dini hari,
sebuah kereta api penumpang menabrak kereta api penumpang lainnya yang tengah
berhenti di Stasiun Pemalang. Informasi kejadian ini pun menyebar, salah
satunya ke telinga pewarta yang kemudian
datang untuk meliputnya.
Sang pewarta tidak tahu bagaimana
peristiwa itu terjadi. Namun, ia dapat melihat jejak-jejaknya, kereta api
penumpang yang rusak. Mungkin ia juga menyaksikan bagaimana para penumpang yang
terluka atau meninggal, dampak dari kecelakaan itu, jadwal perjalanan kereta
api yang tertunda, dan lain sebagainya. Ini semua adalah fakta sosiologis.Namun
ia tidak tahu bagaimana kecelakaan itu terjadi. Untuk menjelaskan kepada publik
bagaimana peristiwa itu, ia perlu melakukan wawancara dengan masinis, saksi
mata yang melihat peristiwa itu secara langsung, kepala stasiun setempat,
Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), dan sumber lainnya yang
sesuai. Ini semua adalah fakta psikologis.
Ada kalanya pula, seorang pewarta
hanya membuat berita berdasarkan fakta psikologis saja, misalnya ketika seorang
pewarta membuat wawancara panjang dengan seorang tokoh besar yang bercerita tentang
pemikirannya, pendapatnya tentang persoalan yang sedang terjadi, dan soal
kehidupannya. Hampir semua pakar jurnalistik sepakat bahwa tugas utama pe
warta adalah melaporkan fakta
sosiologis, seperti korupsi, kerusakan lingkungan, kemiskinan, dan biaya
pendidikan yang mahal dan lain sebagainya yang memunyai kaitan erat dengan
kepentingan publik. Sedangkan fakta psikologis tidak menjadi bagian yang paling
penting. Ia hanya berguna untuk mendukung fakta sosiologis saja.
Di Indonesia, hasil peliputan yang
berisi fakta psiokologis saja, di ejek sebagai
‘jurnalisme katanya’ atau ‘jurnalisme ludah’. Celakanya, ini menjadi porsi
terbesar dari berita yang dimuat pelbagai media massa di Indonesia, misalnya,
berita soal pernyataan pejabat tinggi seperti bupati, kepala dinas atau
gubernur tentang sesuatu saat meng hadiri acara tertentu. Bisa juga ulasan
pakar tentang suatu kejadian, padahal seharusnya pewarta melaporkan kejadian
itu bukan ulasannya. Maraknya dialog di televisi berita kita adalah contoh
nyata dari kecenderungan ini.
Saat berada di lapangan, pewarta harus
mengumpulkan fakta sebanyak mungkin.
Mata dan telinga harus dibuka lebar-lebar
untuk menyerap seluruh fakta yang berkaitan dengan sebuah peristiwa.
Ibarat di pasar, kita harus belanja sebanyak mungkin agar dapat memasak aneka
macam makanan. Jika pewarta mampu
‘belanja’ fakta sebanyak mungkin maka ia dapat ‘memasak’ aneka macam berita
dengan sudut pandang ( angle) yang tajam.
Ketika mengumpulkan fakta
sosiologis dan psikologis, pewarta harus bersikap skeptis —tidak mudah percaya terhadap seluruh
fakta yang diperolehnya (Ishwara, 2005:2). Semua fakta harus diverifikasi
secara ketat untuk mendapat kebenaran paling hakiki. Pewarta perlu me lakukan
cek dan ricek untuk memastikan kebenaran fakta-fakta yang diperolehnya.
Selain itu, ketika mencari fakta
psikologis, pewarta harus menemui narasumber yang tepat dan sesuai untuk
memberikan pernyataan sesuai dengan
peristiwa yang sedang diliput. Untuk contoh kasus di atas, nara-sumber yang
tepat dan berwenang memberikan pernyataan adalah masinis kereta api yang
mengalami kecelakaan, saksi mata yang melihat langsung kejadian itu, dan
lain-lain.
Ketika seluruh fakta sudah
diperoleh, tahap selanjutnya adalah menulis berita. Memang karena keterbatasan
tempat dan durasi (waktu) mungkin tidak semua fakta dapat masuk dalam berita.
Pilih fakta-fakta yang paling penting dan sesuai saja.
Diambil dari:
"Pewarta Warga"
penulis:
YOSSY SUPARYO
BAMBANG MURYANTO
COMBINE Resource Institution
2011